JMDN logo

Kisah Petani Muda di NTT Sukses Biayai Sekolah dari Hasil Pertanian

📍 Daerah
24 Juli 2025
16 views
Kisah Petani Muda di NTT Sukses Biayai Sekolah dari Hasil Pertanian

So'e, 24/7 (ANTARA) - "Saya bangga dengan diri sendiri, di usia yang masih muda ini, bisa menghasilkan uang sendiri untuk biaya sekolah," ujar Lodiana Lae, membuka perbincangan.


Mata Lodiana Lae, pemudi berusia 19 asal Kabupaten Timor Tengah Selatan, Nusa Tenggara Timur, tampak berkaca-kaca ketika menyampaikan kalimat di atas kepada ANTARA.


Di usianya yang masih muda, dia sudah berbangga dengan dirinya sendiri karena mampu meringankan beban orang tuanya. Hal ini disebabkan uang hasil dari bergabung dengan Kelompok Tani Taeto sejak 2019 mampu digunakannya untuk membiayai sekolahnya sejak SMP kelas 1.


Segala kebutuhan sekolahnya, mulai dari buku tulis serta lainnya, dia penuhi dengan menggunakan uang yang diperolehnya dari mengolah lahan pertanian bersama anggota kelompok lainnya yang ada dalam kelompok tani itu. Setiap bulan, dari bagi hasil dengan kelompok tani lain, dia bisa mendapatkan Rp400 ribu.


Dari hasil itu, Lodiana menyisihkan Rp100 ribu untuk ditabung dan sisanya dia gunakan untuk memenuhi kebutuhan sekolah. Jika semua kebutuhannya sudah terpenuhi, dia gunakan uang sisa tersebut untuk menambah pembayaran uang sekolah.


Uang yang dia tabung juga dipakai sebagian untuk membeli telepon seluler, tanpa meminta dari orang tuanya.


Siang itu, Selasa (22/7), Lodiana sedang sibuk di ladang sayurnya. Dia bersama beberapa anggota kelompoknya sedang membersihkan rumput di sekitar bedeng sayur ,yang jumlahnya kurang lebih mencapai 100 bedeng.


Di sejumlah bedeng itu terdapat sejumlah tanaman sayur, seperti sawi putih dan hijau, tomat, kol, brokoli, cabe rawit, dan beberapa sayur lainnya, telah dibudi daya sejak 2019.


Semula hanya 30 bedeng, kini sudah bertambah menjadi 100 bedeng, berkat dukungan dari Yayasan Plan International Indonesia yang didukung oleh Citi Foundation, melalui program Youth-Led Agri Food .


Lodiana yang bercita cita menjadi pebisnis hebat di sektor pertanian itu, kini telah selesai menempuh pendidikan SMA. Kini dia tengah menunggu hasil tes masuk ke salah satu universitas bisnis di Jakarta, melalui jalur beasiswa.


Program Youth-Led Agri Food tidak hanya dirasakan oleh Lodiana, program in juga dirasakan manfaatnya oleh Resty, seorang mahasiswa Universitas Terbuka, yang kini sudah semester tujuh dari Kelompok Tani Alam Jaya.


Uang hasil budi daya sayur dan ayam petelur di kelompok tani tersebut telah berhasil membuat dirinya mengumpulkan uang untuk biaya kuliah sendiri, di saat orang tuanya hanya bekerja sebagai petani.


Resty miliki empat bedeng tanaman sayur, dalam sekali panen dan dijual di pasaran, dia bisa mendapatkan Rp1 juta. Dari Rp1 juta itu, sebagian dia gunakan uang tambahan keperluan kuliah, sementara sisanya digunakan untuk memenuhi kebutuhan keluarga.


“Bantu-bantu orang tua juga, jadi bersyukur sekali, karena selain pemasukan dari sayur, ada juga pemasukan dari jual telur ayam, yang sebulan bisa dapat hingga Rp7 juta,” ujar dia.


Tidak hanya Resti dan Lodiana, Andi (25) juga merasakan manfaatkan besar dari program itu. Bergabung sejak 2019, dia justru saat ini sudah bisa membangun rumah layak huni, serta membiayai istrinya yang kuliah.


Andi bersama istrinya telah memiliki seorang anak. Anak tersebut kini masih berusia sekitar 2 tahun. Dalam sebulan dari hasil penjualan telur ayam, dia mampu mengumpulkan uang sebanyak Rp5 hingga Rp6 juta.


Hanya saja, dari hasil penjualan itu dia harus kembali membaginya, untuk membeli pakan ternak ayamnya, yang sebulan pengeluarannya bisa mencapai Rp3 jutaan.


Saat ini, dia telah memiliki pelanggan di beberapa kios di Kota Soe dan sekitarnya. Permintaan pelanggan itu baru terlayani sebatas satu ikat, terdiri dari enam rak dengan isi setiap rak mencapai 30 butir.


Dia mengaku belum mampu memenuhi permintaan pelanggan lain, seperti di toko besar yang permintaannya bisa mencapai enam rak atau 1.080 butir telur. Hal ini karena jumlah ayam yang dibudidayakannya hanya mencapai 148 ekor.


Lahan Gersang


Ketua Kelompok Tani Teota Yemime mengatakan lahan yang ditanami sejumlah tanaman holtikultura, seperti sayur-sayuran, dulunya adalah lahan gersang. Untuk mendapatkan air, kelompoknya harus turun ke kali dengan kemiringan jalan sekitar 80 derajat.


Ketika Plan Indonesia mulai intervensi pada tahun 2019, dengan memberikan bantuan pompa air, selang, dan bantuan pendukung lainnya, kini mereka bisa berkebun dengan jumlah bedeng semakin banyak.


“Dulu kami justru harus turun, kalau mau siram sayur dan lainnya, kini justru sudah aman, karena ada dukungan dari Plan Indonesia,” ceritanya..


Kelompok Tani Taeto berjumlah 10 orang anggota. Para anggotanya tersebut sebagian masih berada di bangku sekolah, ada juga yang sudah berkeluarga, namun usianya masih di angka 25 tahun.


Untuk pembagian hasil penjualan, prosesnya dilakukan secara terbuka dan bagi rata, sehingga tidak ada petani yang merasa dirugikan. Dia juga merasa terbantu karena program tersebut telah membuat para pemuda di desa tersebut punya penghasilan sendiri, tanpa harus mencari pekerjaan di luar.


Direktur Eksekutif Plan Indonesia Dini Widiastuti mengatakan dari program yang dilaksanakan, banyak kaum muda di Kabupaten Timor Tengah Selatan, kini berhasil dan memiliki pemasukan sendiri.


Selain di Kabupaten Timor Tengah Selatan, program yang sama juga sudah diterapkan di Kabupaten Manggarai di Pulau Flores, bekerja sama dengan kaum muda di daerah tersebut.


“Harapannya kami bisa berkontribusi menciptakan lebih banyak lagi anak-anak muda yang terjun ke pertanian, bukan hanya model petani seperti zaman dulu, tetapi anak muda, dengan  menggunakan teknologi yang tepat, sesuai dengan iklim dan tanah, serta lingkungan yang ada,” ujar dia.


Youth-Led Agri-Food Project Manager Plan Indonesia Albert Amtiran mengatakan, melalui program YLAF, saat ini Plan memberikan pelatihan dan khususnya di bidang pertanian organik kepada kaum muda dengan usia 18 hingga 29 tahun.


Pelatihan tersebut meliputi penggunaan pupuk dan pestisida organik sebagai alternatif ramah lingkungan, sehingga mengurangi dampak negatif terhadap kesuburan tanah dan ketersediaan air bersih.


Sampai dengan Juni 2025, Plan Indonesia telah membina, melatih, serta memberikan pendampingan kepada 411 anak muda di Kabupaten Timor Tengah Selatan. Mereka dilatih untuk mengelola pertanian agrikultur di lahan yang gersang, peternakan ayam petelur, serta lele, dengan jumlah kelompok mencapai 39.


Dukung MBG


Bupati Timor Tengah Selatan Eduard Markus Lioe yang ditemui saat melakukan panen raya hasil pertanian kaum muda di Kecamatan Amanuban Timur, mengatakan program proyek nyata yang sudah kelihatan hasilnya tersebut dapat bermanfaat untuk mendukung program makan bergizi gratis (MBG) dari pemerintah pusat di daerah itu.


Pemerintah daerah menilai, hasil yang ditampilkan dalam panen raya itu adalah bukti kolaborasi dan semangat anak-anak muda di Timor Tengah Selatan dalam mengembangkan potensi yang ada.


Menurut data di Pemkab, ketersediaan sayur mayur di Kota So’e dan sekitarnya sangat minim. Hal ini tentu akan berpengaruh pada dukungan pada MBG nanti di daerah itu.


“Hasil perkebunan ini tentu bisa dijual kepada dapur makanan bergizi gratis (MBG) atau makanan bergizi sehat untuk anak-anak sekolah, untuk ibu hamil yang ada di Kabupaten Timur Tengah Selatan,” ujar dia.


Dia mengajak seluruh masyarakat, khususnya di Kabupaten Timor Tengah Selatan untuk berani memanfaatkan potensi yang ada di daerah, seperti yang dilakukan oleh 39 kelompok tani binaan Plan Indonesia.


Apa yang dilakukan oleh anak-anak muda di kabupaten itu menunjukkan bahwa dunia pertanian bukan milik mereka yang sudah tua. Anak-anak muda juga terbukti bisa berbuat lewat bidang pertanian dan mampu menghasilkan sesuatu yang lebih baik untuk masa depan. (ANTARA/Kornelis Kaha)

📬 Berlangganan Newsletter

Dapatkan berita terbaru seputar desa langsung ke email Anda.

Berita Populer

Berita Populer